Wednesday, December 19, 2012

0 DampakKorupsi,KolusidanNepotismediIndonesia



BAB I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH

Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) sebagai suatu implikasi dari sikap hidup lebih besar pasak dari tiang, yang nampaknya menghinggapi masyarakat Indonesia baik secara nasional, dalam pembangunan nasional maupun yang lebih mikro lagi, dalam kegiatan perusahaan dan kegiatan perorangan. Masyarakat Indonesia baru harus dapat keluar dari sikap ini dengan membuang KKN dalam membangun masyarakat Indonesia secara lebih menyeluruh, lebih terbuka, lebih demokratis, dan lebih mandiri.

Dalam tulisan ini saya ingin memusatkan perhatian pada penaggulangan masalah KKN dengan mengusulkan perlunya kejelasan konsep atau kriteria dari masing-masing tindakan dalam KKN dan memusatkan penanganannya pada masalah yang lebih jelas, dan lebih pokok, yaitu “korupsi”. Dengan cara ini diharapkan program penanganan masalah KKN akan lebih terarah dan memberikan hasil yang setahap demi setahap dapat dipergunakan untuk dijadikan basis bagi penanganan seterusnya sampai tuntas.


Dan “korupsi” itu sendiri adalah yang dari bahasa latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harfiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi. Korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang disampaikan maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini :

Bagaimana dampak bagi Negara jika korupsi, kolusi,nepotisme merajalela ?

















BAB II.
PEMBAHASAN
C. PENDEKATAN
1. PENDEKATAN SECARA HISTORICAL

Perkembangan peradaban dunia semakin hari seakan-akan berlari menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu  bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa berubah mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.

Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini. Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.

Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa.

Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. (B. Simanjuntak, S.H., 1981:310)


2. PENDEKATAN SECARA SOSIOLOGIS

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi atau golongan. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.

Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.

Di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang industri disaat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.

Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.

Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori. Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme.

Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.




3. PENDEKATAN SECARA YURIDIS

Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.

Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :

1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan     tindak pidana korupsi,
2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan  tindak pidana korupsi,
3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:

1. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2);
2.  Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3).
3. Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.

Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat (1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:

1. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
3. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada orang lain.

4. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding pengadilan.
5. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.

Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah :
1.  Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
2.  Perbuatan melawan hukum;
3.  Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
4.  Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.


D. PEMBAHASAN

Disadari bahwa permasalahan korupsi merupakan persoalan nasional yang harus diprioritaskan penanganannya, karena korupsi diyakini telah merusak sendi – sendi kehidupan masyarakat dan menjadi pemicu kesengsaraan rakyat. Dampak korupsi telah muncul berbagai persoalan antara lain :

1.    Rendahnya kualitas pelayanan publik.
2.    Timbulnya biaya ekonomi yang semakin tinggi.
3.    Berkurangnya penerimaan Negara.
4.    Runtuhnya lembaga dan nilai- nilai demokrasi.
5.    Meningkatnya kemiskinan dan kesengsaraan rakyat.
6.    Bartambahnya masalah sosial dan criminal.

Sebagai manifestasi dari kesadaran tersebut dan adanya kemauan yang kuat untuk melakukan pemberantasan terhadap segala bentuk perilaku korupsi maka pemerintah telah menegaskan komitmennya dalam rangka memberantas korupsi tersebut, melalui Intruksi Presiden no. 5 tahun 2004 tentang pemberantasan korupsi.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

1.    Perbuatan melawan hukum.
2.    Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana.
3.    Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
4.      Merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:

1.    Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
2.    Penggelapan dalam jabatan;
3.    Pemerasan dalam jabatan;
4.    Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
BAB III.
PENUTUP
E. KESIMPULAN

Dari uraian pengertian dan penyebab korupsi di atas, dapat disimpulkan bahwa akibat dari tindak pidana korupsi sangat luas dan mengakar.

 Adapun akibat dari korupsi adalah sebagai berikut:

1.  Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah;
2.  Berkurannya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat;
3.  Menyusutnya pendapatan Negara;
4.  Rapuhnya keamanan dan ketahanan Negara;
5.  Perusakan mental pribadi;
6.  Hukum tidak lagi dihormati.























F. DAFTAR PUSTAKA

Hartanti, Evi, S.H., 2005. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika : Jakarta

Marpaung, Leden, S.H., 1992. Tindak Pidana Korupsi : Masalah dan Pemecahannya Bagian kedua. Sinar Grafika : Jakarta

Simanjuntak, B, S.H., 1981. Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial. Tarsino

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Http://id.wikipedia.org/wiki/kleptokrasi

0 comments:

Post a Comment

 

Anak Rantau.blogspot Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates